top of page
Search
gerejapuriindah

Ketajaman Mata Rohani

Pdm. Dr. Dio A. Pradipta, M.Th

“maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api…; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.” (Wah. 3:18)

Kalau saudara pernah melakukan medical check-up maka salah satu yang akan diperiksa adalah kesehatan mata: apakah masih tajam untuk melihat hal-hal yang jauh ataupun yang dekat. Memasuki tahun 2025, salah satu aspek dalam kerohanian kita yang perlu dipertajam dan dilatih adalah mata rohani. Mata secara fisik dapat melihat ancaman berbahaya yang datang dari jauh, begitu pula mata rohani: sanggup melihat secara spiritual apa yang akan terjadi.


Tuhan Yesus berkata kepada jemaat Laodikia untuk mereka membeli minyak yang dapat melumas mata agar dapat melihat. Rupanya karena mereka berkata “Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa…” (ay. 17), mereka tidak dapat melihat bahwa kerohanian mereka sesungguhnya melarat dan telanjang di hadapan Tuhan! Wah, sebuah hal yang tidak sepele tentunya. Jemaat Laodikia telah menjadi suam-suam kuku, mereka telah kehilangan kegigihan dalam mengejar hadirat Tuhan seperti yang dahulu mereka punyai. Mereka tidak lagi bersemangat di dalam mengejar hal-hal yang spiritual. Dugaan saya adalah karena mata mereka sudah terlalu sering melihat hal-hal yang duniawi.


Hal ini yang Tuhan Yesus bahas di dalam:

Matius 6:22-23
“Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.”

Dalam konteks dekat, penggunaan mata di sini masih berbicara tentang perspektif seseorang mengumpulkan harta. Mata yang baik, secara metafora, berbicara tentang kemurahan hati seseorang di dalam membagikan harta untuk sesama. Sebaliknya mata yang jahat berbicara mengenai isi hati orang tersebut yang kikir dan tidak mau memberkati. Tuhan Yesus menjelaskan kalau mata seseorang itu baik – maka isi hatinyapun baik: dalam arti dia tidak berfokus mengejar hal-hal yang duniawi.


Hal ini masih senada dengan nasihat kepada jemaat Laodikia, orang yang berfokus mengejar mamon maka memiliki mata yang jahat dan gelaplah seluruh kehidupannya (tidak mampu melihat hal-hal yang esensi/ kekal). Apa maksudnya? Hidup kita dibutakan dengan kenikmatan sementara di dunia ini, padahal ada kekekalan yang menanti.


Kalau saudara masih ingat dengan pesan Natal kita bulan lalu, kita berbicara mengenai “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi” (Kol. 3:2). Ini berbicara mengenai memfokuskan hidup kita kepada perkara-perkara yang rohani, senada dengan itu di ayat lain Paulus menulis “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2 Kor. 4:18). Betapa pentingnya untuk memiliki mata rohani yang terbuka dan bisa melihat yang tidak terlihat – berfokus kepada hal-hal yang esensi!


Mari kita ambil sebuah resolusi di awal tahun 2025 ini untuk mulai memperhatikan apa yang masuk ke dalam pikiran kita. Mata adalah gerbang pikiran, dan apa yang saudara lihat dan tonton akan berpengaruh terhadap kesehatan rohani kita. Penuliz Mazmur menyatakan " Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan!” (Maz. 119:37). Ayub juga berkata “"Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara?” (Ayub 31:1). Kalau saudara mau dibawa Tuhan untuk mengalami pengalaman rohani yang lebih lagi, maka pengudusan diri perlu dilakukan. Mata kita perlu dikuduskan untuk bisa melihat kemuliaan Tuhan lebih lagi dalam hidup ini.


Saya percaya ada hal-hal yang Tuhan akan singkapkan di dalam hidup kita lebih lagi apabila kita berani mengambil langkah untuk menguduskan diri. Melihat kemuliaan Tuhan akan membawa kita kepada tingkat pengudusan hidup yang leih lagi. Nabi Yesaya melihat sebuah penglihatan yang luar biasa,


(Yesaya 6:1-2)
“Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci. Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang” 

Sungguh sebuah perkenanan bisa melihat Tuhan duduk di atas takhta dan melihat para Serafim yang ada di sekitar takhta Tuhan. Begitu Yesaya melihat penglihatan itu, dia berkata kepada Tuhan "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam" (ay. 5). Mungkin bagi kita, Yesaya sudah termasuk orang yang kudus. Tetapi begitu dibandingkan dengan kemuliaan Tuhan, Yesaya masih menganggap dirinya najis. Itulah dampak dari kemuliaan Tuhan— membuat kita sadar betapa bobrok dan berdosanya kita.  Bagi kita yang merindukan untuk bisa melihat kemuliaan Tuhan lebih lagi, mari kita ambil sikap pertobatan dan membayar harga yaitu pengudusan hidup!

1 view0 comments

Recent Posts

See All

Jangan Berhenti Berharap!

Shallom saudara semua, memasuki bulan November maka kita memasuki tema yang baru dalam gereja kita yaitu Hope  atau harapan. Definisi...

Comments


bottom of page